FSGI Temukan 30 Kasus Perundungan Siswa, Salah Satunya Ada yang Dibakar

Ilustrasi bullying di lingkungan sekolah. (Pexels.com-Mikhail Nilov)

BACATODAY.COM – Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) merilis Catatan Akhir Tahun (Catahu) pendidikan sepanjang 2023. Rilisan tersebut meliputi meningkatnya kasus kekerasan berupa perundungan di satuan pendidikan.

Beberapa catatan akhir tahun di bidang pendidikan ini akan diuraikan sebagai “Kasus Perundungan di Satuan Pendidikan Sepanjang 2023 Meningkat dan Meluas Wilayah Kejadiannya”.

Ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti menjelaskan, kasus perundungan di satuan pendidikan sepanjang tahun 2023 mencapai 30 kasus. Di mana 80 persennya terjadi satuan pendidikan di bawah kewenangan Kemendikbudristek, 20 persen selanjutnya terjadi di satuan pendidikan di bawah Kementerian Agama.

Sebelumnya di tahun 2022, FSGI mencatat ada 21 kasus perundungan dan di tahun 2023 mengalami peningkatan yaitu mencapai 30 kasus. Ke-30 kasus tersebut merupakan kasus yang sudah dilaporkan kepada pihak berwenang dan diproses.

FSGI membeberkan, 30 kasus tersebut 50 persen terjadi pada jenjang SMP/sederajat, 30 persen terjadi dijenjang SD/sederajat, 10 persen di jenjang SMA/sederajat dan 10 persen di jenjang SMK/sederajat.

“Jenjang SMP paling banyak terjadi perundungan, baik yang dilakukan peserta didik ke teman sebaya, maupun yang dilakukan pendidik,” beber Ketua Dewan Pakar FSGI Retno Listyarti.

Berikut sedikit rincian catatan kasus menurut FSGI di tahun 2023:

  • 1 siswa SDN di Kabupaten Sukabumi dan 1 santri MTs di Blitar (Jawa Timur), keduanya meninggal dunia usai mengalami kekerasan dari teman sebaya dan semuanya terjadi di lingkungan satuan pendidikan.
  • Santri yang dibakar oleh teman sebaya saat tidur, sehingga mengalami luka bakar serius.
  • Selain itu, juga tercatat ada 1 kasus perundungan di jenjang SD yang diduga menjadi salah satu pemicu korban bunuh diri, meskipun faktor penyebab bunuh diri seseorang tidak pernah tunggal.

Dari 30 kasus tercatat ada pendisiplinan dengan kekerasan yang dilakukan guru terkait pelanggaran tata tertib sekolah yaitu rambut.

Salah satunya, ada guru di Lamongan yang memotong rambut 14 siswi hingga pitak bagian depan karena tidak memakai ciput atau dalaman jilbab.

Kemudian guru di Samosir, Sumatra Utara memotong rambut siswa hanya disisakan rambut samping saja sehingga anak merasa dipermalukan atau mengalami kekerasan psikis.

Pewarta: Slamet Mulyono

Editor: Tri Wahyu Pujosakti