BACATODAY.COM – Viral diberitakan media, seorang ibu muda karyawan salah satu ritel di Gorontalo Lilan Lantu (21) melakukan gantung diri karena putus asa tertipu jebakan transaksi pinjaman online (pinjol).
Warga Kelurahan Buliide, Kecamatan Kota Barat, Kota Gorontalo ini telah mengirim uang Rp 3,2 juta kepada seseorang yang tak dikenalnya, dengan janji akan mendapatkan pinjaman sebesar Rp 15 juta, namun, ternyata korban ditipu.
Kejadian memilukan ini terkuak ketika suara tangisan anak korban terdengar, mengundang perhatian suaminya dan setelah berlari ke kamar mencari sumber tangisan, ia menemukan istrinya telah meninggal.
Sehubungan dengan kasus ini, Kapolsek Kota Barat Iptu Eldo Rawung, menuturkan pihaknya akan mengusut penipuan itu dengan melacak penerima uang dan nomor yang menghubungi korban.
Terkait fenomena yang membuat hati trenyuh ini Kepala Pusat Pengembangan Pascasarjana IKIP Budi Utomo Malang, Dr. Sakban Rosidi, menyebut pinjol sebagai perbudakan gaya baru.
“A man in debt is so far a slave (Seorang pria yang berhutang adalah seorang budak, Ralph Waldo Emerson). Pinjol telah menjadi perbudakan modern. Ini sejalan dengan ungkapan Ralph Waldo Emerson,” tegas Sakban kepada BacaToday.com, Rabu (14/6/2023).
Dikatakannya, siapapun yang berhutang sebegitu jauh, adalah budak. Budak dari pemberi hutang, lebih-lebih bila hutang berbunga majemuk, dan punya kuasa meneror dari segala penjuru.
Serenity (ketenangan, ketenteraman) dan resiliensi (kemampuan seseorang untuk bertahan memulihkan diri dari kesulitan) hampir mustahil dicapai oleh mereka yang terjerat hutang (debt boundage).
Dirinya menyesalkan, warga Indonesia tak lagi dididik dalam Trisakti Bung Karno: Berdaulat di Bidang Politik, Berdikari di Bidang Ekonomi dan Berkepribadian dalam Budaya.
Menanggapi faktor penentu apa yang harus diperkuat agar tidak terjadi suicide spesifik terkait independensi finansial (pendidikan, sosial, budaya), Sakban memberikan penjelasan.
“Kemandirian, sebagaimana diajarkan Bung Karno. Ini harus menjadi haluan negara-bangsa, bukan hanya retorika,” tukasnya.
Merespon apakah ini fenomena jaman modern dan ada kaitannya dengan kemajuan teknologi, ia mengungkapkan jika kemajuan teknologi yang tidak terkendali akan berakibat fatal.
“Terpaan iklan penuh tipu-daya dan hukum yang senantiasa hitam-putih. Negara tidak hadir sebagai pengawas demi keadilan, dan penguat demi pemberdayaan yang lemah,” urainya.
Disinggung apa butuh payung hukum untuk memproteksi masyarakat menjadi korban, ia menuturkan wajib ada pengaturan atau lebih tepatnya pelarangan.
“Sifat impersonal tagihan Pinjol bisa sangat “kejam menjerat”. Ini yang oleh ILO disebut sebagai salah satu bentuk baru perbudakan modern. Penyelenggara harus kembali pada empat tujuan bernegara,” imbuhnya.
Terakhir, Sakban meminta agar pinjol dan sejenisnya sementara dilarang oleh pemerintah dan menegakkan UU baru.
“Solusi darurat: larang saja dulu pinjol dan variasinya. Selanjutnya tugas Legislatif dan Eksekutif memberlakukan, menegakkan UU baru. Civil society berbasis agama bisa mengambil peran katalis dalam seluruh proses ini,” pungkasnya.(had/red)