Deskripsikan Perekonomian Indonesia, BI Paparkan Soal Likuiditas dan Inflasi

Bank Indonesia (BI) memaparkan soal likuiditas masih longgar dan inflasi terkendali baru-baru ini.(ilustrasi)

BACATODAY.COM – Deskripsikan perekonomian Indonesia, Bank Indonesia (BI) memaparkan soal likuiditas dan inflasi, baru-baru ini.

Inflasi Indeks Harga konsumen (IHK) September 2023 tercatat 2,28% year on year (yoy), lebih rendah dari inflasi IHK bulan sebelumnya sebesar 3,27% (yoy). Penurunan inflasi ini didukung oleh inflasi inti yang menurun menjadi 2,00% (yoy) dan inflasi kelompok administered prices yang juga lebih rendah menjadi 1,99% (yoy).

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, dalam keterangannya, Kamis (19/10/2023) mengatakan, kelompok volatile food mencatat inflasi sebesar 3,62% (yoy), meningkat dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya yang sebesar 2,42% (yoy), sejalan dengan kenaikan harga beras dan daging sapi.

Inflasi yang terjaga merupakan hasil nyata dari konsistensi kebijakan moneter serta eratnya sinergi pengendalian inflasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah (Pusat dan Daerah) dalam TPIP dan TPID melalui penguatan GNPIP di berbagai daerah.

Ke depan, Bank Indonesia terus mencermati sejumlah risiko yang dapat menimbulkan tekanan terhadap tetap terkendalinya inflasi, termasuk dampak kenaikan harga energi dan pangan global serta tekanan depresiasi nilai tukar Rupiah terhadap imported inflation.

Untuk itu, Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter dan mempererat sinergi dengan Pemerintah (Pusat dan Daerah) untuk memastikan inflasi tetap terkendali dalam kisaran 3,0±1% pada 2023 dan 2,5±1% pada 2024.

“Kami terus melakukan inovasi, meningkatkan efektivitas kebijakan moneter dalam memastikan inflasi terkendali dan nilai tukar Rupiah tetap stabil,” tegas Perry Warjiyo.

Dalam kaitan ini, kebijakan suku bunga diperkuat dengan penerbitan instrumen moneter SRBI (kontraksi) yang pro-market, dalam rangka memperkuat upaya pendalaman pasar uang dan mendukung upaya menarik portfolio inflows, dengan mengoptimalkan aset SBN yang dimiliki Bank Indonesia sebagai underlying.

Pasar menyambut baik penerbitan SRBI yang tecermin pada tingginya penawaran dibandingkan dengan target (oversubscribed).

Hingga 17 Oktober 2023, lelang SRBI telah dilakukan sembilan kali dengan outstanding mencapai Rp113,70 triliun. Perkembangan tersebut juga diikuti dengan transaksi di pasar sekunder.

Selain itu, penerbitan SRBI juga mendukung masuknya aliran investasi portofolio asing seperti tecermin pada net beli SRBI oleh investor nonresiden sebesar Rp9,81 triliun.

Berbagai perkembangan ini secara umum menunjukkan SRBI dapat menggantikan peran Reverse Repo (RR) SBN sebagai instrumen moneter kontraksi dan sekaligus dapat menarik aliran modal masuk untuk memperkuat ketahanan eksternal ekonomi Indonesia dari dampak rambatan global.

Sementara itu, dilaporkan untuk pertumbuhan uang primer (M0) tercatat 5,4% (yoy) didorong oleh ekspansi keuangan Pemerintah di tengah perlambatan aktiva luar negeri bersih.

Pada September 2023, operasi keuangan Pemerintah mencatat ekspansi sebesar Rp 56,83 triliun sejalan dengan pola musimannya, setelah sebelumnya sampai dengan Agustus 2023 mencatat kontraksi sebesar Rp 268,29 triliun.

Ia mengatakan, sementara itu, uang beredar dalam arti sempit (M1) dan luas (M2) bulan September 2023 masing-masing tumbuh sebesar 4,1% (yoy) dan 6,0% (yoy). Perkembangan M2 terutama dipengaruhi oleh kredit yang tetap kuat dan operasi keuangan Pemerintah yang mencatat ekspansi.

Searah dengan perkembangan di uang primer, operasi keuangan Pemerintah pada September 2023 mencatat ekspansi sebesar Rp 35,56 triliun setelah sebelumnya juga mencatat kontraksi sebesar Rp 305,03 triliun sampai dengan Agustus 2023.

Bank Indonesia terus memastikan kecukupan likuiditas, baik melalui efektivitas kebijakan yang ada maupun dengan pelonggaran kebijakan makroprudensial lanjutan, untuk mendorong berlanjutnya peningkatan kredit/pembiayaan guna mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional.

Longgarnya likuiditas mendukung intermediasi perbankan dan tetap terjaganya stabilitas sistem keuangan. Pada September 2023 rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) tetap terjaga tinggi, yaitu 25,83%.

Perkembangan likuiditas tersebut berdampak positif terhadap perkembangan suku bunga perbankan, di mana suku bunga deposito perbankan jangka waktu 1 bulan dan suku bunga kredit pada September 2023 masing-masing terjaga pada 4,28% dan 9,36%.

Likuiditas perbankan yang tetap memadai juga didukung oleh implementasi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) yang efektif berlaku pada 1 Oktober 2023, dengan besaran insentif maksimum 4%.

Pada awal implementasinya (per 5 Oktober 2023), KLM telah memberikan tambahan likuiditas pada 120 bank sebesar Rp 28,79 triliun, dari Rp 108,15 triliun menjadi sebesar Rp136,94 triliun.

Tambahan likuiditas tersebut diprakirakan akan semakin meningkat ke depan, sejalan dengan peningkatan pertumbuhan kredit pada sektor-sektor prioritas yang menjadi fokus kebijakan.

“Kami terus memastikan kecukupan likuiditas menjaga stabilitas sistem keuangan dan meningkatkan penyaluran kredit/pembiayaan guna mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan,” imbuhnya mengakhiri.

Pewarta : Hadi Triswanto
Editor/Publisher : Aan Imam Marzuki